Resensi Buku : Self Talk, Tidak Ada Yang Menuntutmu Sempurna

 


Resensi Buku : Self Talk, Tidak Ada Yang Menuntutmu Sempurna

Judul

:

Self Talk

Tidak Ada Yang Menuntutmu Sempurna

Penulis

:

Fikri Muhammad

Penerbit

:

Transmedia Pustaka Jakarta

ISBN

:

978-623-7100-73-7

Edisi

:

Cetakan ke-1

Tahun

:

2022

ISBN

:

978-602-7596-87-0

Ukuran (PxL)

:

13 cm x 19 cm

Jumlah Halaman

:

140 halaman

Genre

:

Pengembangan Diri

Peresensi

:

Sri Rejeki, S.Pd.


Fikri Muhammad adalah laki-laki yang lahir dari keluarga yang berkecimpung di bidang pendidikan. Meskipun begitu, penulis tidak berkecimpung di dunia pendidikan, atau menjadi guru seperti orang tuanya. Penulis ingin menjadi orang yang sedikit berbeda dari orang tuanya. Beliau adalah alumni Institut Agama Islam Darussalam, Prodi Pendidikan Agama Islam. Penulis kelahiran Banjarmasin, 6 Agustus 1996. Mulai aktif menulis pada tahun 2019. Keaktifan dan keseriusan menulis dimulai saat menciptakan akun pena di berbagaai sosial media. Penulis mempunyai akun instagram : teman.senyawa. Kita bisa mengintipTwitter dan Tumblr d beliau dengan akun temansenyawa. Menurut beliau seseorang bekerja menjadi guru untuk mengabdi, sementara seorang penulis bekerja untuk mengabadikan. Untuk lebih mengenal dekat dengannya, bisa kita kirim email ke: ff@gmail.com.

Fikri Muhammad, penulis muda ini cukup dikenal di Instagram dan berbagai sosial media. Kali ini beliau kembali menerbitkan buku motivasinya. Buku motivasi dengan cover kuning muda, tulisan biru langit dan oranye ini menarik perhatian saya. Buku ini saya temukan di sebuah toko buku di Yogyakarta. Saya tertarik karena buku ini berisi motivasi yang menarik. Di mana memang saatnya setiap pribadi itu harus belajar dan terus berusaha mengembangkan dirinya. Agar bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik, bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain.

Judul buku ini bener-benar menyita pandanganku untuk meminangnya. Tulisan oranye “Tidak Ada Yang Menuntutmu Sempurna”, sebuah kalimat yang pas untuk diulas. Betapa tidak, selama ini kita sering sekali merasa harus berubah karena adanya tuntutan orang lain. Bisa jadi pimpinan kita, sahabat kita, teman kita, bahkan pasangan kita. Mungkin bila perubahan yang memang positif dan tidak menjadikan seseorang tertekan, masih oke-oke saja.  Banyak orang yang berusaha meng-upgrade diri karena tuntutan orang lain. Ketika mereka sudah maksimal usaha, tapi tidak diapresiasi, tidak dihargai. tentunya itu menjadi sesuatu yang mengecewakan, menyakitkan. Membuat seseorang terpuruk dan sedih. Hilang kepercayaan diri. Dan yang lebih mris, bisa menimbulkan frustasi, bahkan bisa juga bunuh diri. Semua itu karena seseorang yang terbawa tuntutan orang lain, tertekan dengan pendapat orang. Sehingaga kurang bisa menghargai dan mengenali diri sendiri. Di sini pentingnya pengembangan diri.

Di awal pembahasan tentang mengenal arti diri sendiri. Penulis menyampaikan kita tidak seharusnya tergantung pada orang lain. Karena mereka tidak selamanya ada di dekat kita. Bahkan teman dekatpun kadang bisa berubaah jadi musuh kita. Bukan berarti egois menurut saya. Mungkin ada benarnya pendapat, tugas kita hanya memberi atau membantu secukupnya semampunya, bukan seluruhnya. Kita perlu belajar bertumbuh dengan diri sendiri. Terbiasa bergantung pada orang lain, akan membuat kita lupa pada keistimewaan dan kelebihan yang kita miliki.

Di buku ini dijelaskan tentang pengharapan. Sejauh apa kita boleh berharap? Pada hakekatnya setiap manusia pasti mempunyai keinginan dan harapan. Meski kadang kekecewaan muncul karena harapan itu sendiri. Terlebih jika harapan yang bergantung dari orang lain. Karena kita tak bisa sepenuhnya mengharap seseorang. Kita harus bisa menempatkan harapan di posisi yang tepat. Kadang harapan itu tidak sesuai ekspektsi kita. Jika harapanmu tidak tercapai, jangan anggap diri kamu gagal, bukan berarti kamu tidak dapat bahagia. Siapapun berhak bahagia, karena bahagia itu kita sendiri yang menciptakan.

Mungkin kita sering mendengar curhatan orang, atau kita yang berbagi curhat dengan seseorang. Ketika kita beremu seseorang yang tepat, mungkin akan tenang setelah berbagi masalah. Namun bisa juga berujung kekecewaan. Andaipun kita tenang, itu hanya sesaat. Karena bisa saja nasehat dari orang lain tak semua bisa kita ikuti. Semua saran atau nasehat orang lain tiddak semua biasa jadi penentu keputusan yang tepat buat kita.  Bahkan kadang pendapat orang lain bisa jadi penghambat langkah kita.

Lain bila kita curhat dengan diri sendiri. Diri kita ini bisa menjadi tempat terbaik untuk berbagi masalah, berbagi keluh kesah, dan mencurahkan semua yang kita rasakan. Penulis menyampaikan bahwa orang yang pandai berdialog dengan diri sendiri, selalu tenang meski badai menimpanya. Dia menjadi lebih mudah bangkit. Saya sangat sependapat dengan buku ini. Memang kita kadang butuh teman curhat. Tapi untuk mengenal diri lebih dalam, kita harus pandai berkomunikasi dengan diri sendiri. Tepatnya kita bisa mengatakan sebagai muhasabah diri. Dialog ini bukan untuk mencari kekurangan atau menyalahkan diri kita. Tapi dialog yang dilakukan dengan tenang, mesra, penuh kasih, dengan suara lembut dan tanpa paksaan.

Ada beberapa hal menarik menganai berdamai dengan diri menurut versi penulis. Pertama biarkan diri ini menemukan kekurangan, kelemahan juga kepayahan. Toh memang tidak ada masusia yang sempurna. Kita harus mengapresiasi sendiri semua ikhtiar dan usaha kita. Kedua, tidak segala hal bisa kita kontrol. Hal-hal yang melibatkan orang lain, kadang berjalan diluar harapan kita. Maka ikhlaskan selanjutnya pasrahkan dalam do’a. Kadang dengan berpasrah pada apa yang ada di luar jangkauan, jauh lebih menenangkan. Yang ketiga, mengikhlaskan apa yang terjadi di masa lalu. Jadikanlah masa lalu sebagai pelajaran untuk memantapkan langkahmu. Fokuslah pada masa depan dan impianmu. Keempat, jangan pernah mengkritik dan menyalahkan diri secara berlebih. Selanjutnya, yang kelima jangan lupa memberi apresiasi pada diri sendiri.

Sebagai tanda seseorang bisa berdamai dengan diri adalah dengan bisa menyayangi diri secara utuh. Dengan segala kelebihan dan kekurangan. Saatnya kita sadar bahwa kita perlu memberi hadiah untuk diri sendiri atau setidaknya berterima kasih pada diri sendiri. Bukannya diri kita yang lebih tahu seberapa berat perjuangan kita, jatuh dan tertatih, kadang langkah terseok. Keringat atau bahkan air mata menemani langkah panjang perjuangn kita. Tak perlu menunggu pujian atau tepuk tangan orang lain. Kita perlu menyanyangi diri sendiri. Memberi hadiah untuk diri sendiri. Menurut saya bila seseorang bisa berterima kasih dengan diri sendiri, maka akan menjadi hamba yang pandai bersyukur pada Tuhan.

Di buku ini, penulis menyampaikan bagaimana berterima kasih pada diri, meski kadang hasil yang kita dapatkan belum seberapa, belum sebanding dengan orang lain. Tak hanya berterima kasih tapi juga meminta maaf pada diri sendiri. Pribadi yang telah mengantar kita sampai di titik ini. Sosok manusia yang mempunyai impian besar. Meski kadang ada perbedaan. Kita harus belajar menerima perbedaan. Karena kita sedang menjalani proses menghargai perbedaan. Di sini kita punya alasan untuk dibenci atau dicintai. Mari kita peluk dan mencintai diri secara utuh dengan kelebihan dan kekurangan yang kita miliki.

Sebagai buku motivasi buku ini sangat enak dibaca. Bahasa yang santai dan ringan membuat pembaca suka menikmatinya. Pembahasannya disajikan dalam bahasa yang sederhana namun bisa mengena di hati. Pembaca bisa terbawa suasana dari bab yang dibahas. Karena tidak muncul bab dan sub bab, sebaiknya pembahasan materi atau bab ditata atau dikelompokkan. Sehingga tidak terkesan lompat-lompat bab atau bahasannya.  Akan lebih baik lagi bila penyajian daftar bab yang dibahas ada pengelompokan. Misal bab Mengenali Arti Diri Sendiri berapa bahasan, Kamu Pantas Dicintai, Kapan Terakhir Kali Berdialog dengan Diri Sendiri. Setiap bab harus nyambung di pembahasan selanjutnya.

Demikian resensi buku saya, semoga membawa manfaat dan kebaikan ke depannya. Setidaknya buku “Self Talk, Tidak Ada Yang Menuntutmu Sempurna” memberi saya semangat dan membuka pandangan positif bagi saya khususnya. Agar saya bisa lebih menghargai, mengenal dan mengetahui lebih dalam tentang diri sendiri, agar bisa lebih kuat dalam menjalani hidup. Lebih dewasa dan bijak dengan pandangan dan pendapat orang tentang kita. Terus bermetamorfose menjadi lebih baik, tanpa harus sempurna. Karena kesempurnaan itu hanya milih Allah, Tuhan Yang Esa. Mohon maaf bila ada kekurangannya.

 

Salam Literasi 29012023

Sri Rejeki_Kiki_Yogyakarta

 

Comments

  1. Resensi ini sangat bermanfaat untuk menyelami buku aslinya. Terima kasih, Bu Kiki.

    ReplyDelete
  2. Makasih atas bimbingannya Abah Emcho.
    Makasih atas motivasinya.

    ReplyDelete
  3. Resensi yang cakep membawa pembaca larut dalam arus pembahasan yang mengalir dengan sempurna

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts