Raih Impianmu : Ikhtiar dan Langitkanlah
Mungkin kita pernah merasakan bahwa apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Kadang impian kita terasa tak pernah terengkuh. Kadang sempat terbersit dalam benak. Mengapa Tuhan belum menjawab permohonan kita. Ketika rasa itu berkecamuk dalam diri, tentu menimbulkan kecewa. Sebenarnya manusiawi bila kita pernah merasakan itu. Namun kita tidak boleh terlena dalam perasaan tersebut. Terlebih menyalahkan takdir. Atau merasa marah atas yang telah ditakdirkan Tuhan untuk kita. Semua harus segera dibuang jauh.
Sebagai manusia yang beriman, tentunya kita percaya pada takdir Tuhan. Dalam Islam mengajarkan tentang rukun iman. Salah satu rukun iman itu adalah percaya atas takdir Allah. Dan kita tahu bahwasanya Tuhan telah menuliskan takdir seseorang di Laufil Maghfudz jauh sebelum manusia itu dilahirkan. Dan itu harus tertaman dalam diri kita dan menjadi keimanan yang kuat di hati.
Lantas apakah kita tidak perlu melakukan apapun. Toh semua sudah digariskan dalam suratan takdir. Mengapa kita harus repot-repot mengejar atau berusaha meraih impian kita. Bukankah nasib dan takdir kita sudah diatur Tuhan. Mungkin ada sebagian orang yang kadang timbul perasaan demikian. Kadang mereka menyebutnya pasrah. Kita serahkan saja pada Tuhan. Toh semua sudah ditulis. Ibarat suatu flim, semua udah tertulis di skenario sang sutradara.
Ini adalah pandangan yang kurang tepat. Bila ada yang beranggapan bahwa nasib kita memang seperti ini. Kita memang digariskan hidup seperti ini. Si Anu memang sudah tertulis di skenario seperti itu. Ketika hal itu muncul di hati, jadilah manusia itu berlaku lemah. Tak ingin melakukan perubahan pada dirinya. Tak ada keinginan untuk usaha atau ikhtiar dalam mengisi perjalanan hidupnya. Pasrah yang seperti ini adalah keliru. Pasrah itu seharusnya muncul di episode akhir. Setelah episode perjuangan dan ikhtiar kita lakukan. Mungkin dalam proses ikhtiar banyak keringat dan air mata menemani. Perjuangan yang kadang seseorang harus jatuh bangun. Bahkan butuh kekuatan baru untuk bangkit kembali. Inilah yang kita sebut ikhtiar.
Yakinlah Allah menyayangi kita dengan caraNya. Di saat ikhtiar kita lakukan, di situlah ada ujian. Ujian sampai di mana kesabaran dan keikhlasan seorang hamba. Bagaimana mereka tetap menghamba dan bersyukur. Memang semua butuh proses untuk bisa menjadi hamba yang bersyukur. Terlebih di saat kita sedang terpuruk, tertatih, jatuh dan merangkak untuk bangkit.
Lakukanlah usaha maksimal dan langitkanlah apa yang menjadi impianmu. Dengan ikhlas dan niatkan setiap usaha ikhtiar kita sebagai ibadah. In syaa Allah semua terasa ringan, tanpa beban. Kita harus berusaha agar segala ihktiar tercatat sebagai amal yang diridhoi Tuhan. Pada dasarnya setiap yang kita lakukan itu bisa bernilai ibadah. Jadi ibadah itu bukan hanya sholat, puasa, bacaa Al-Qur'an atau ibadah semacamnya.
Ketika seseorang menghadap Tuhannya, sebagai bentuk ketaatan itu merupakan ibadah. Itu merupakan wujud hubungan antara Tuhan dan hambaNYA. Sementara ada hubungan manusia dengan manusia lain. Ada hubungan manusia dengan semua makhluk. Setiap yang dikerjakan seseorang bisa bernilai ibadah, ketika kita melakukannya ikhlas karena Allah. Terus berusaha dan langitkan dalam do'a-do'a. Bersimpuh dan bermohon kepada Allah SWT. Yakinlah Allah selalu memberi yang terbaik. Selalu memberi di saat yang tepat. Semoga impian dan harapan, juga cita-cita sahabat semua terwujud. Terus bersyukur yuk.
Yogyakarta, 04022023
Sri Rejeki Kiki
Tulisan yang renyah dan gurih. Semangat selalu, Bu Kiki
ReplyDeleteTerimakasih sudah mengingatkan, bu. Semoga tulisannya juga dinilai ibadah
ReplyDeleteUsaha dan ikhtiar, sebagai seorang hamba Allah dalam mengarungi ketentuan sang pencipta wajib kita lakukan untuk mengindari stress. Apalagi di zaman sekarang, persaingan sangat ketat dalam menjalani hidup. Hal ini juga yg selalu saya sampaikan kepada anak anak dan keluarga saya, makasih Bu Sri atas pencerahannya, semoga bernilai ibadah disisi Allah SWT. Aamiin.
ReplyDelete